Palangka Raya, Kaltengtimes.co.id — Aliansi Masyarakat RT 07 Desa Ayawan bersama Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN) Kalimantan Tengah menggelar Musyawarah Rakyat (Musra) bertajuk “Masyarakat Bicara” di Pondok Kopi Kilometer 33, pada Minggu (26/10/2025). Kegiatan tersebut dihadiri ratusan warga RT 07 Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah. Musra ini menjadi wadah masyarakat untuk berkumpul dan membahas berbagai persoalan yang mereka hadapi selama hidup berdampingan dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit, PT Agro Karya Prima Lestari (PT AKPL).
Ketua RT 07 Desa Ayawan, Aja, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini digelar sebagai upaya mencari solusi atas persoalan yang selama ini belum terselesaikan. “Ini salah satu cara kita bersama mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi masyarakat. Selama ini tak ada yang mendengar suara kami. Karena itu, kami berharap kehadiran DPD ARUN Kalimantan Tengah dan DPD TBBR Seruyan dapat membantu memperjuangkan hak-hak kami,” ujar Aja.
Musra dipimpin langsung oleh Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ARUN, Bungas T. Fernando Duling, dan turut dihadiri Dewan Pembina DPD ARUN Kalimantan Tengah Kuwu Senilawati, S.Pd, beserta jajaran pengurus DPD ARUN Kalteng.
Dalam sambutannya, Fernando Duling, yang akrab disapa Nando, mengajak masyarakat untuk memperkuat solidaritas dan menyatukan langkah dalam memperjuangkan hak-haknya secara damai dan sesuai hukum. “Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menjadi pondasi rakyat untuk menuntut hak atas kekayaan alam Indonesia. Pasal itu tidak hanya untuk diceritakan, tetapi harus dijadikan dasar penyelesaian konflik-konflik masyarakat atas hak yang telah diatur dalam undang-undang,” tegas Nando.
Ia menambahkan, penyelesaian konflik yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam merupakan amanat langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Karena itu, perjuangan masyarakat harus dilakukan dengan cara yang benar dan tidak melanggar hukum.
Dalam forum tersebut, masyarakat secara terbuka menyampaikan berbagai keluhan. Antara lain mengenai kewajiban plasma dan program tanggung jawab sosial (CSR) dari PT AKPL yang hingga kini belum dipenuhi, serta pemutusan akses jalan yang menyebabkan warga terisolasi dan menghambat aktivitas ekonomi.
Salah satu warga, Fajriansyah, dengan penuh emosi menyampaikan kekecewaannya terhadap keberadaan perusahaan tersebut. “Sebelum ada perusahaan, kehidupan kami sejahtera. Kami bisa makan dan menyekolahkan anak ke Palangka Raya. Tapi setelah perusahaan masuk, justru membuat kami menderita. Masuk ke kebun sendiri saja tidak boleh. Seolah kami maling di tanah sendiri. Bahkan ada warga yang dipenjara karena memperjuangkan haknya,” ujarnya dengan nada kesal.
Musyawarah Rakyat diakhiri dengan penandatanganan surat kuasa oleh warga yang hadir, sebagai bentuk kepercayaan kepada DPD ARUN Kalimantan Tengah untuk mengawal penyelesaian konflik tersebut hingga PT AKPL memenuhi seluruh kewajiban sesuai ketentuan perundang-undangan.(red)