PALANGKA RAYA. Kaltengtimes.co.id – Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalimantan Tengah Ahmad Toyib menyebutkan ada secara umum dalam penyusunan rencana FGD penanggulangan bencana ada tiga tahapan yang perlu diperhatikan, yaitu pada saat pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana. Hal tersebut dikatakan Ahmad Toyib dalam Focus Group Discussion (FGD) Rancangan Awal Rencana Penanggulangan Bencana Prov. Kalteng Tahun 2023, Rabu (30/8/23) bertempat di Aula kantor BPBPK, Palangka Raya. FGD ini diikuti oleh perwakilan dari Perangkat Daerah, Forum Pengurangan Resiko Bencana, dan instansi terkait.
“Perencanaan dalam penanggulangan bencana ada berbagai macam tergantung pada tahapan dan kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pada tahapan pra bencana terdapat Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Mitigasi, Rencana Penanggulangan Kedaruratan Bencana (RPKB), dan Rencana Kontijensi atau Renkon. Pada tahapan tanggap darurat, terdapat Rencana Operasi (Renops), dan pada tahapan pasca bencana memuat Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana atau Rencana Pemulihan,” lanjut Ahmad Toyib.
Dikatakan Ahmad Toyib kebijakan perencanaan penanggulangan bencana tertuang di dalam UU 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 35 yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana, pada huruf a yaitu perencanaan penanggulangan bencana. Lalu, Perencanaan penanggulangan bencana pada Pasal 36 menegaskan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya, penyusunannya dikoordinasikan oleh BPBD, dilakukan melalui penyusunan data tentang risiko bencana pada suatu wilayah dalam waktu tertentu berdasarkan dokumen resmi yang berisi program kegiatan penanggulangan bencana, dan ditinjau secara berkala oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. “Berdasarkan UU 24/2007 pasal 35-36 dan PP21/2008 pasal 5-6, rencana penanggulangan bencana adalah kewajiban Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,” lanjutnya.
Dijelaskannya, rencana penanggulangan bencana merupakan masterplan penanggulangan bencana pada suatu daerah, atau dengan kata lain rencana terstruktur yang berisi pilihan tindakan beserta mekanisme kesiapan dan alokasi kewenangan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada suatu wilayah untuk periode lima tahun. RPB dapat ditinjau ulang sebelum habis masa perencanaan, dapat dilakukan setiap dua tahun, atau bila terjadi bencana besar. RPB merupakan dokumen publik yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan untuk jangka waktu lima tahun, yang perlu dilegitimasi menjadi Perda atau Peraturan Kepala Daerah.
Lebih lanjut ditambahkan, RPB bukan milik instansi/lembaga/dinas tertentu, namun milik daerah (pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan kelompok lain yang terlibat). RPB adalah bentukan RPJMD khusus bencana yang digunakan sebagai alat bantu utama dalam koordinasi penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Selanjutnya, ada juga berupa dokumen RPB yang digunakan sebagai masukan untuk RPJMND, RKPK/L/D, Renstra K/L/OPD, dan Renja K/L/OPD, serta rujukan untuk bentuk dukungan dari lembaga lain seperti LSM, Perguruan Tinggi, Lembaga Usaha, Donor dan rujukan Pemerintah Desa/Kelurahan untuk merencanakan kegiatan penanggulangan bencana.
“Kegiatan FGD ini merupakan rancangan awal penyusunan rencana penanggulangan bencana untuk menyusun rancangan awal dokumen RPB, dengan rangkaian kegiatan lokakarya atau FGD yang diselengarakan selama tiga hari kegiatan. Pada tahapan hari ini akan dilaksanakan pengumpulan data, penentuan bencana prioritas yang ditangani, identifikasi akar masalah, perumusan isu strategis, perumusan tujuan dan sasaran, perumusan program dan rencana aksi, serta pada tahapan akhirnya nanti akan menghasilkan keluaran rancangan awal dokumen RPB yang dapat dikatakan rancangan teknokratis,” tutupnya. (red)