PALANGKA RAYA. Kaltengtimes.co.id – Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, H.Edy Pratowo, menegaskan persoalan tumpang tindih penggunaan lahan merupakan salah satu tantangan yang perlu sama-sama segera diselesaikan, agar dapat menjamin kepastian pemanfaatan ruang dan perencanaan pembangunan yang akurat dan akuntabel. Hal tersebut dikatakan H. Edy Pratowo saat membuka secara resmi Pertemuan KPK-RI bersama Kementerian Lembaga dan Gubernur Kalimantan Tengah dalam rangka Pembahasan tentang Upaya percepatan Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Kegiatan ini dihadiri secara virtual dari Aula Jayang Tingang, Kantor Gubernur Kalteng, Selasa (7/12). Hadir pula secara virtual Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra.
Menurut H.Edy Pratowo, komitmen Pemerintah yang kuat, sinergi serta koordinasi teknis yang intensif dan transparan, akan mendukung penyelesaian tumpang tindih tersebut. Dengan salah satu upaya Pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tumpang tindih lahan melalui Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). ‘’Kalimantan Tengah sendiri menjadi salah satu Provinsi yang difokuskan dalam Kebijakan Satu Peta, pada akhir Tahun 2022 diharapkan mencapai output berupa tersedianya peta digital Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang terintegrasi dengan Online Single Submission, terselesaikannya kompilasi dan integrasi Informasi Geospasial Tematik Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan Sawit dan terlaksananya rekomendasi penyelesaian tumpang tindih di Prov. Kalteng.’’ Kata Edy Pratowo seraya mengatakan dengan pelaksanaan rekomendasi yang berada di 341 Lokus dan 1884 Sub Lokus yang tersebar di 14 Kabupaten/Kota di Kalteng. Edy menuturkan Stranas PK merupakan komitmen kuat Pemerintah bersama-sama dengan KPK, sebagai upaya untuk menciptakan pemberantasan korupsi yang sistemik, kolaboratif, dan berdampak nyata. Diharapkan bersama Stranas PK ini dapat menjadi kebijakan nasional, yang memuat fokus dan sasaran pencegahan korupsi yang menjadi acuan dan panduan bagi Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah, serta pihak terkait untuk bergerak mencegah korupsi, dengan sistem pencegahan korupsi dari hulu ke hilir.
Sementara itu Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra menyampaikan memang ada tantangan tersendiri secara makro di wilayah Negeri ini, khususnya ketersediaan tanah untuk lahan pertanian, 2/3 tanah di Indonesia diklaim sebagai kawasan hutan, 1/3 adalah untuk seluruh kebutuhan yang lain. Surya Tjandra menjelaskan mengenai statistik lahan pertanian Tahun 2015-2019. Luas sawah irigasi & non-irigasi sebagai penghasil komoditas paling strategis contohnya beras hanya seluas 7,4 juta Ha pada Tahun 2019. Dibandingkan dengan total luas daratan Indonesia, luasan tersebut hanya mencakup 3,93%. Sedangkan “Kawasan Hutan” masih mendominasi dengan mencakup 64,14%. Alokasi penggunaan tanah merupakan keputusan politik. Realokasi tanah ke arah alokasi yang lebih rasional merupakan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan produktivitas tanah, mengurangi kemiskinan di wilayah perdesaan & meningkatkan ketahanan Nasional serta kepastian antara “Kawasan Hutan” dengan luas Hutan dibutuhkan dalam proses melakukan alokasi lahan. Pertemuan dihadiri langsung oleh Pj. Sekretaris Daerah Prov. Kalteng H. Nuryakin, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Prov. Kalteng Leonard S Ampung, Inspektur Prov. Kalteng Saring, Wakil Stranas PK Muhammad Isro, Kepala Kantor Wilayah BPN Prov. Kalteng Elijas B. Tjahajadi serta Kepala Perangkat Daerah Prov. Kalteng terkait. (red)